Lapangan Roma (Plein van Rome ) di Padang
Oleh Deddy Arsya
Dalam tata ruang kota-kota di Jawa, ada satu unsur yang selalu ada dan tidak boleh dihilangkan, yaitu alun-alun. Alun-alun merupakan ruang publik, tempat di mana masyarakat dalam lintas kelas bertemu dan saling berbaur satu dengan yang lain. Alun-alun juga berfungsi sebagai tempat di mana raja dan rakyat bisa bercengkerama. Di Minangkabau, ruang publik yang fungsinya lebih kurang persis dengan alun-alun namanya barangkali medan nan bapaneh, artinya kira-kira adalah sebuah lapangan datar yang terkangkang ke matahari tempat di mana orang-orang dari nagari-nagari bertemu. Tempat ini terletak di batas nagari dengan nagari. Perhelatan rakyat diadakan di tempat ini, pasar malam dan karnaval, acara adu kerbau, maupun permainan-permainan rakyat lainnya.
Sekarang ruang publik seperti itu semakin langka, terdesak oleh pembangunan kota. Sekarang yang masih kita punya adalah Taman Imam Bonjol atau Lapangan Imam Bonjol.
Taman Imam Bonjol itu dulu namanya Lapangan Roma. Lapangan Roma seakan-akan selalu menjadi bagian dari perkembangan sosial dan politik kota Padang. Edisi Perca kali ini akan menceritakan beberapa peristiwa bersejarah yang pernah terjadi atau berlangsung di lapangan itu.
Di Padang pada awal abad ke-20, tepatnya 1 Maret 1902, disebut-sebut oleh koran Sumatra Bode, sebagaimana dicatatkan Rusli Amran, telah digantung 6 orang penjahat. Algojo yang melakukan eksekusinya bernama Siluen. Bersama 2 kawannya yang lain, Siluen didatangkan khusus dari Betawi untuk mengeksekusi Rajo Ageh, Hosen, Dulah, Udin, Suman, dan Rajab yang diputuskan dihukum gantung. Tempat hukuman gantung itu dilaksanakan di Lapangan Roma. Peristiwa itu disaksikan orang beramai-ramai.
Lapangan Roma juga pernah menjadi objek perebutan kelompok urang bagak Kota Padang yang banyak bermunculan pada 1930an, ketika krisis ekonomi melanda. Dengan menguasai lapangan itu, kelompok lain tidak diperbolehkan ikut memakainya. Jika ingin menggunakannya, harus membayar ‘upeti’ kepada kelompok yang menguasainya. Perebuatan penguasaan Lapangan Roma, menurut Colombijn, bahkan juga melibatkan kelompok pemuda perananan China di Pondok. Lapangan Roma diperebutkan kelompok pemuda juga karena lapangan itu merupakan tempat pertandingan dan kejuaraan-kejuaraan sepakbola diadakan.
Pada tahun 1943, ketika Jepang mengusai Padang, orang-orang Eropa, Indo-Eropa, dan pejabat pribumi yang yang terkait dengan kekuasaan bangsa Eropa, dikumpulkan dan dibariskan di Lapangan Roma ini juga. Mereka, kata Bahder Johan, didata oleh pejabat militer Jepang untuk kemudian dipenjarakan, atau dikirim ke kamp-kamp konsentrasi yang tersebar di Sumatera Tengah sebagai tawanan.
Lapangan Roma, setelah kemerdekaan, tetap difungsikan sebagai ruang publik. Namanya “dinasionalisasikan” menjadi Lapangan Imam Bonjol. Semoga lapangan itu tetap menjadi ruang publik dan tidak disulap menjadi plasa.
Comments
Post a Comment